Senin, 02 April 2012

Struktur Virus


Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1)Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2)Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3)Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien;
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan;
3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka;
4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1)Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2)Memperkenalkan diri perawat
3)Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4)Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5)Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6)Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1)Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2)Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a)Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005);
b)Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu;
c)Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
d)Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.

Kateterisasi Urine

( Prosedur Kateterisasi Urine pada Pria )



1. Pengertian Kateterisasi Urine
Kateterisasi urine adalah memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemihkateterisasi-urine-pria
2. Tujuan Kateterisasi Urine
a. Menghilangkan distensi kandung kemih
b. Mendapatkan spesimen urine
c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan
3. Persiapan Kateterisasi Urine

a. Persiapan pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privasi klien selama komunikasi dihargai.
8)  Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
b. Persiapan alat
1) Bak instrumen berisi :
a) Poly kateter sesuai ukuran 1 buah (klien dewasa yang pertama kali dipasang kateter biasanya dipakai no. 16)
b) Urine bag steril 1 buah
c) Pinset anatomi 2 buah
d) Duk steril
e) Kassa steril yang diberi jelly
2) Sarung tangan steril
3) Kapas sublimat dalam kom tertutup
4) Perlak dan pengalasnya 1 buah
5) Sampiran
6) Cairan aquades atau Nacl
7) Plester
8)  Gunting verband
9) Bengkok 1 buah
10) Korentang pada tempatnya
4. Prosedur Kateterisasi Urine
a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke klien
b. Pasang sampiran
c. Cuci tangan
d. Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien
e. Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien
f. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
g. Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok
h. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih
i. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
j. Fiksasi kateter
k. Lepaskan sarung tangan
l. Klien dirapikan kembali
m. Alat dirapikan kembali
n. Mencuci tangan
o. Melaksanakan dokumentasi :
1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
2) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien

PRINSIP 7 BENAR PEMBERIAN OBAT

  • BENAR PASIEN
  • BENAR OBAT
  • BENAR DOSIS
  • BENAR WAKTU PEMBERIAN
  • BENAR CARA PEMBERIAN
  • BENAR KADLUARSA OBAT
  • BENAR PENDOKUMENTASIAN

Minggu, 01 April 2012

Tehnik Pemasangan NGT

  1. Persiapan alat
1.1.      NGT ( Naso Gastric Tube) No.18 sesuai  kebutuhan
1.2.      Disposisi spuit 50 cc/blas spuit
1.3.      Bengkok
1.4.      Klem dan Jelly
1.5.      Plaster dan gunting
1.6.      Pengalas untuk tutup dada penderita
1.7.      Stetoskop
1.8.      Baskom berisi air
2. Prosedur
2.1.          Apabila penderita sadar, jelaskan terlebih dahulu tujuan pemasangan NGT
2.2.          Alat-alat diletakkan sebelah penderita arah kepala
2.3.          Petugas mencuci tangan yang bersih
2.4.          Atur posisi penderita, tidur terlentang kepala ditinggikan  pakai 1-2 bantal
2.5.          NGT diukur, dengan meletakkan ujung NGT pada ujung tulang dada kemudian memanjang lurus sampai kedahi, lalu diberi tanda panjang 45 cm atau 50 cm pangkal NGT di kleim.
2.6.          Pasang alas dada
2.7.          Ujung NGT diolesi dengan jelly
2.8.          Bila sadar untuk menelan bersama dengan NGT dimasukkan
2.9.          Secara perlahan NGT dimasukkan kedalam lambung melalui lubang hidung
2.10.      Sesudah NGT masuk sampai batas, bila tidak segera kontrol sudah masuk dalam lambung atau saluran nafas caranya :
2.10.1.  Buka kleim keluar cairan berarti sudah masuk dalam lambung, bila tidak keluar cairan segera kontrol
2.10.2.  Masukkkan pangkal NGT kedalam baskom berisi air, bila bergelembung segera cabut. Berarti masuk kedalam saluran pernafasan dan bila tidak kontrol dengan cara sebagai berikut
2.10.3.  Masukkan udara kedalam lambung sebanyak 30 cc segera cepat perawat yang satu mendengar dengan stetoskop didaerah lambung, bila terdengar suara ” kreseg” berarti NGT sudah benar masuk lambung
2.10.4.  Tutup NGT lalu difiksasi
2.11.      Bereskan  alat-alat dan perawat cuci tangan
3. Tehnik Pemasangan
3.1.          Sebelum SB Tube dipasang,sebaiknya balon tes lagi dengan mengembangkannya didalam air, kemudian kedua balon (esofagus dan lambung ) dikempeskan, SB Tube diberi jeli kemudian ujung pipa dimasukkan lewat lubang hidung perlahan-lahan terus didorong kalau perlu dibantu dengan memberikan sedikit demi sedikit sampai masuk sedalam 50 cm (batas yang ditentukan)
3.2.          Setelah pasti Tube berada dilubang, balon  lambung dikembangkan dengan isi udara 80-100 cc dan dengan tekanan yang sama, kemudian ujung luar pipa ditarik sampai terasa adanya tahanan dari balon lambung daerah kardia, ujung luar pipa dipiksasi dihidung
3.3.          Selanjutnya balon esofagusdikembangkan sampai tekanan 35-40 mg. Dan ujung pipa ditutup rapat
3.4.          Lakukan GC, bila aspirasi lambung bersih, dibiarkan tetap berkembang selama 24 jam dan selama ini tetap dilakukan tindakan pendinginan lambung penderita daharuskan puasa
3.5.          Setelah 24 jam aspirasi tetap bersih, balon esofagus mulai dikempeskan, tetapi tetap ditinggalkan ditempat selam 24 jam berikutnya. Mulai saat ini penderita sudah diperbolehkan minum sedikit demi sedikit selama itu aspirasi lambung tetap dikerjakan
3.6.          Bila dalam waktu ini terjadi perdarahan ulang ( Aspirasi Positif ) balon esofagus dikembangkan kembali dalam prosedur 2 diulang lagi
3.7.          SB Tube dapat dilepas bila selama 24 jam pengempesan balon esofagus tidak terjadi perdarahan ulang.